JAKARTA - Ketentuan di Rancangan Undang-undang (RUU) Aparatur Sipil Negara (ASN) dan RUU revisi UU Nomor 32 Tahun 2004 yang menempatkan sekretaris daerah (sekda) sebagai pejabat pembina kepegawaian (PPK), membuat gerah sejumlah bupati. Dengan aturan itu, peran kepala daerah yang selama ini menjadi PPK, menjadi terpangkas.
Alasan bupati, jika sekda menjadi PPK, kebijakan tersebut akan melemahkan posisi kada dan memberikan peluang bagi sekda untuk kepentingan politik, jika dia ikut maju dalam pemilukada.
"Kami keberatan kalau sekda diangkat jadi PPK. Nanti pegawainya lebih takut ke sekda daripada bupati/ walikota. Sekda juga bisa menjadikan posisinya sebagai agenda politik," ujar Bupati Sumbawa Barat Mala Rahman, Minggu (18/12).
Senada itu, Bupati Pacitan Indartarto mengatakan, bila DPR dan pemerintah pusat tetap menjadikan sekda sebagai PPK di dalam RUU ASN, maka akan muncul dualisme kepemimpinan di daerah.
"Kalau sekda berkuasa jadinya seperti matahari kembar. Pegawai pun tidak loyal ke kada dan ini sangat merugikan karena tidak bisa menegakkan aturan," ucapnya.
Menanggapi keluhan itu, Wakil Menpan-RB Eko Prasojo mengatakan, penempatan sekda sebagai PPK merupakan ide DPR RI. Ini lantaran kada merupakan jabatan politik dikhawatirkan akan mengarahkan PNS menjadi tidak netral.
"DPR berpikir agar PNS netral, PPK-nya harus pejabat karir tertinggi yaitu sekda," katanya.
Namun, keberatan kada ini akan ditampung pemerintah untuk dirumuskan bersama dengan DPRI RI dalam pembahasan RUU ASN.
"Masih akan dibahas lebih lanjut dalam RUU ASN, tentunya akan disesuaikan juga dengan revisi UU Pemda," tandasnya. (FQ)