Selama ini kita lupa kepada "Para Demagog", bahkan sangat
jarang kita temukan media maupun medsos yang membahas demagog dan sepertinya
kurang diminati oleh para analis politik. Sadar atau tidak sadar semua
instrumen telah dikerahkan, dari mulai (menurut catatan saya) :
1.
Tabloid online yang pada tahun 2014 berhasil merusak
citra Jokowi;
2.
Blunder lips Ahok yang diseret untuk
mencuatkan konflik antar agama;
3.
Munculnya palu arit di uang kertas yang
sejatinya itu hanya hasil rectoverso: teknik mencetak uang
kertas dan menimbulkan gambar tak karuan yang kemudian disinyalir persis
seperti palu arit, adapun bila ini benar palu arit, seharusnya juga diramaikan
dizaman SBY;
4.
Isu revolusi sistem yang dikemukakan oleh
beberapa ormas agama;
5.
Pembenturan masyarakat yang dimonitoring
oleh aparat untuk memberangus ormas;
6.
Isu 10 juta warga Cina yang diduga
sebagai langkah kolonialisasi;
7.
Kebangkitan PKI; dan
8.
Seterusnya (silahkan saudara seword bisa
isi sendiri).
Sangat jelas, kita sedang dalam masalah
teknis yang sengaja tak diurai oleh para elit. Teknis yang sempurna menjepit
rasa nyaman kita. Para demagog sangat kompak membuat kita tak karuan. Kita
saling benci dan saling tuding, kita bersitegang memperebutkan sesuatu yang
kita anggap “INDONESIA”.
Beberapa dari kita mungkin masih merasa
asing dengan istilah “demagog”, ini membuat kita tak lagi sehat menilai
konflik. Merujuk kepada KBBI, Demagog berarti penggerak (pemimpin) rakyat yang pandai menghasut dan membangkitkan semangat rakyat untuk memperoleh kekuasaan.
Dengan kata
lain Demagog ialah istilah untuk para
politisi yang menanamkan keresahan, kemudian mengeksploitasi keresahan ini agar
timbul kecurigaan publik pada pihak-pihak yang sejatinya tak perlu dicurigai.
Sampailah kita semua pada titik temu-titik temu yang menjadi tujuan para
demagog, titik temu kehancuran.
Nah. Politik keresahan yang diusung oleh
para demagog ini tak akan bisa sempurna tanpa adanya “pemujaan”. Bisa dipahami,
pemujaan adalah langkah yang secara otomatis membuka potensi benci terhadap
pihak-pihak yang tak turut meramaikan pemujaan terhadap figur-figur yang saat
ini sedang digodok untuk mensukseskan proyek demagogi.
Tak sedikit dari kita yang dibenci atau
membenci saudara dekat atau saudara jauh (apalagi cuma teman atau orang yang
tak kita kenal baik), tidak sedikit dari kita yang mengkafirkan dan dikafirkan
oleh saudara dekat atau saudara jauh. Jelas bukan? siapapun kita, yang dibenci
atau membenci, kita adalah korban para demagog.
Tulisan ini juga bertujuan untuk membuka
mata dan pikiran kita terhadap situasi politik yang sedang berlangsung
progresif di hadapan kita. Adapun bila kita tetap saling membenci, itu sama
sekali tak akan menguntungkan kita. Secara logis dan praktis, kebencian akan
selalu menghancurkan.
Indonesia telah menjadi taman terindah
bagi para demagog. Mereka mengangkangi hukum dalam negeri dan beraktifitas dengan
bebas tanpa halangan. Presiden adalah buruan utama yang diharapkan tumbang,
tentunya demi tertutupnya kebejatan-kebejatan elit terdahulu.
“Jadi para
demagog ini bertujuan hanya untuk menjatuhkan Jokowi?”
Pertanyaan ini sebetulnya menjebak,
karena jawaban atas pertanyaan ini juga membuka peluang kebencian pihak-pihak
tertentu kepada kita. Hendaknya jangan terburu-buru menjawab, perhatikan
beberapa kepentingan dan tujuannya masing-masing.
Sejauh ini, kita melihat ada 2 kepentingan
besar dalam konflik yang menimpa negri ini.
1. HRS berkepentingan untuk memenjarakan
Ahok.
2. Elit terdahulu yang sakit hati
berkepentingan untuk menjatuhkan Jokowi.
Garis besarnya itu. Bila diurai
mendetail, berdasarkan poin pertama: Kita harus mengakui konsistensi Habib
Rizieq terkait aneka ragam gerakan dan aksi-aksinya untuk memenjarakan Ahok
yang memang Ahok pantas dipenjara (atau bahkan dihilangkan dari muka bumi ini).
Habib Rizieq mungkin tak berkepentingan untuk menjatuhkan Jokowi, tapi aksi-aksinya
bukan kendaraan murah yang tak mencuri perhatian para mantan elit utuk
menungganginya. HRS stabil pada tujuannya dengan menyerukan konsep kepemimpinan
berdasarkan ajaran Islam. Ini tampak pada keterbukaannya pada Anies Baswedan.
Ini membuktikan bahwa isi kepala HRS adalah “Yang penting Muslim”.
Para mantan elit, termasuk SBY. Mungkin
risau dengan kejujuran Jokowi dan beberapa sikap Jokowi yang sepertinya
menyindir kinerjanya dulu. Belum lagi soal Antasari Azhar yang pada zaman SBY
divonis penjara 20 tahun atas tuduhan pembunuhan. Dan Jokowi mengeluarkannya
padahal masa tahanannya masi tersisa 13 tahun. Jokowi memiliki kartu mati SBY
dan sementara Antasari belum diberi kesempatan bernyanyi. Kemudian melihat
posisi Ahok yang sangat mungkin dijadikan hajatan untuk melejitkan politik
keresahan.
Para elit bermain jenius dalam ini,
bertransformasi menjadi demagog. Serta mempengaruhi berbagai figur yang sedang
merebut status quo untuk meramaikan keresahan publik juga. Jadi jangan heran
bila mereka menggunakan metode yang sama (politik keresahan) untuk mencapai
tujuannya. Para demagog ini tak ingin keresahan publik berakhir.
Ahok sampai
saat ini belum dipenjara..??? Mengapa..???
Kemungkinan ada satu atau dua demagog
yang berkhianat kepada demagog lainnya dan mengkusutkan persidangan Ahok agar
tak lekas selesai. Tujuannya agar Ahok tak dipenjarakan. Jelas, ini ruangan
kotor untuk semakin membuat publik yang awalnya sakit hati pada Ahok, menjadi
sakit hati juga pada Jokowi. Tentu dia bukan HRS, karena kita tidak melihat HRS
berkhianat atas ucapan-ucapannya karena dari awal dia memang satu tujuan, yaitu
menolak kepemimpinan non muslim.
Kunci keresahan publik saat ini ada di
tangan HRS. Ini yang dimanfaatkan oleh para demagog lainnya. Kemungkinan besar,
bila HRS berhenti menyuarakan gugatannya untuk memenjarakan Ahok, akan terjadi
perang antar demagog. Ini yang kita tunggu-tunggu, saat di mana perang terjadi
namun pihak-pihak yang terlibat hanya person Antagonis.
Gimana
perasaanmu bro ?